Dua sisi yang bertolak belakang, dua wilayah yang berbatasan, dua suasana yang mengalir terkumpul diantara rimbunnya keindahan bakau yang lestari.
Tingkat penasaran saya semakin memuncak ketika referensi foto di Instagram memancing saya untuk memutuskan mengunjungi daerah ini. Dengan survei tempat melalui Google Maps, jarak yang tidak jauh dengan Pantai Glagah semakin membulatkan tekad saya untuk mau datang.
Berbatasan dengan Pantai Glagah, Pantai Congot ada setelahnya, yang saya kira, Hutan Mangrove Congot ada juga di tempat yang sama. Tetapi apa daya, ternyata tidak berada dalam satu kawasan, sehingga menurut GPS, saya harus keluar dulu dan memutar ke pintu masuk Hutan Mangrove Congot.
Tidak jauh dari gerbang keluar kawasan pantai Glagah-Congot, dengan jalanan aspal yang masih hangat, saya memasuki kawasan Hutan Mangrove Kulon Progo. Sedikit dibingungkan karena belum ada plang atau apapun yang bisa diketahui dengan jelas, kalau saja saya tidak bertanya dengan penduduk sekitar sepertinya saya akan bablas terlewat.
Pepohonan, areal kebun dan ladang warga sekitar menyambut kami, tampak asri tapi sedikit mistis. Ya walaupun gak semistis film horror. Akhirnya terlihat rimbunan hutan bakau. Dan dari situ terlihat spanduk sampai di Hutan Mangrove dengan nama Jembatan Api-Api.
Ada 2 jalan yang mengarahkan tempat yang berbeda, sayangnya, 1 jalan ke kiri ditutup sementara, jadi saya tidak tahu apa yang ada disana. Akhirnya, saya memulai menjelajah area yang diarahkan di sebelah kanan. Hutan Mangrove ini sebenarnya tempat yang dibuat oleh masyarakat sekitar dengan membangun jembatan-jembatan bambu yang mengelilingi mangrove yang ditanam dengan tujuan apa? BETUL! Mencegah abrasi.
Jembatan bambu dimulai dengan melewati ladang garam. Ternyata garam dibuat dengan mengumpulkan air laut dan dikeringkan dengan cara menggerakan turbin. Sehingga air lambat laun menguap dan tersisa butiran kristal pasir putih yag kita sebut garam. DAN! Bagi saya bau tidak sedap menyengat sekali setelah kristal pasir tersebut terkumpul. Lebih mirip terasi rebon tapi pesing juga.
Mari kita lanjutkan, disini tidak banyak yang bisa dilakukan selain mengambil foto-foto. Karena luas areal dan lebar jembatan dikatakan cukup kecil. Karena kecil itulah, tiap area jembatan hanya boleh dilewati oleh maksimal 5 orang saja per spot nya. Seperti yang saya katakan diawal, bahwa ada dua suasana berbeda, yang pertama keganasan pantai selatan yang berbatasan dengan Samudera Hindia dan ketenangan yang dihadirkan di areal Hutan Mangrove ini.
Baru-baru saja saya melihat ada daerah yang tidak terjelajahi oleh saya. Mungkin itu, daerah area yang ke kiri yang saya ceritakan di awal yang ditutup sementara. Bisik-bisik tetangga memang sempat ada beberapa jembatan bambu yang ambrol. Mungkin itu jawaban mengapa area sebelah kiri ditutup. Sayang sekali 🙁
Saya baru sadar juga kalau sebenarnya Hutan Mangrove ini berada di perbatasan kota Jogja dan Provinsi Jawa Tengah tepatnya dengan Purworejo. Tapi secara administratif, daerah ini masih dalam provinsi D.I. Yogyakarta.
Well, hanya 30 menit saya menghabiskan waktu disini. Disamping waktu yang sudah semakin sore, masih ada tempat yang harus dikunjungi dan jarak yang lumayan jauh. Mari kita kembali ngider ya.
Summary of destination
Hutan Mangrove Kulon Progo
Dusun Pasir Mendit Desa Jangkaran Kecamatan Temon Kabupaten Kulon Progo Yogyakarta.
Tutup hingga pukul 18.00 (sebelum gelap)
Tiket Masuk : Rp. 3.000,-/orang ; Parkir motor Rp. 2.000,-
Salam Ngider!
Tukang Ngider
Ngider terus, terus ngider
Instagram : @tukangngider