Malu juga mengakui kalau saya sudah 4 kali ke Jogja belum pernah ke Taman Sari, hehe. Walaupun ada di tengah kota, tapi baru kali ini saya niat untuk meluangkan waktu saya, supaya bisa ikut mainstream ya.
Awalnya, rencana perjalanan saya di hari kedua ini tidak menyertakan Istana Taman Sari untuk bisa dikunjungi. Karena partner main saya di Jogja, Imel, ada kepentingan lain, akhirnya saya corat-coret lagi itinerary saya. Dan sebagian besar perjalanan saya di hari kedua adalah solo traveling. Yuhuu! Ngeri-ngeri sedap. Pengalaman pertama saya untuk berkeliling kota orang hanya seorang diri.
Tanpa mengulur waktu, saya bergegas untuk berangkat ke Taman Sari, sendirian saja lho. Jam 08.00, saya sudah sampai di gerbang Taman Sari-nya. Tapi, kok sepi ya? Setelah memarkirkan motor, saya berjalan masuk. Ada seorang bapak-bapak yang relatif muda menghampiri saya dan bertanya “Baru pertama kali kesini ya mas? Asli mana mas?”
Untungnya, bapak tersebut ramah dan murah senyum, akhirnya saya menjawab, “Iya pak.” Segera setelah itu, beliau memandu saya berkeliling. Saya awalnya merasa heran dan sedikit bingung. Dengan tujuan untuk hunting foto, bapak guide ini secara volunteer memandu saya. Sayangnya, sampai hari ini saya sudah lupa nama beliau. Tapi yang pasti saya selalu ingat rupa wajahnya.
Tur dimulai dengan mengunjungi komplek luar Istana Taman Sari. Ternyata saya baru mengetahui kalau Taman Sari itu tempat permandian Sultan dan berada dalam gedung. Sedangkan di luarnya, sekarang ditempati oleh penduduk yang bekerja sebagai Abdi Dalem di Keraton Yogyakarta.
Diceritakan juga, awalnya Taman Sari sebelum sekarang ini adalah benar-benar kolam seperti danau yang mengelilingi kompleks permandian Sultan. Dan didalamnya pun dulu terdapat Taman Bunga. Karena sudah ada wacana renovasi dan pemugaran, penduduk sekitar direlokasi ke kampung lain yang sudah disediakan oleh Keraton. Keren ya?
Saya diajak melihat Gedong Ledoksari, yang dulunya merupakan tempat peristirahatan Sultan dan selir-selirnya. Tapi sekarang, katanya tempat ini sering dipakai untuk shooting sinetron laga (You know what is that, flying dragon, huh?).
Tidak hanya sebagai tempat tidur, ada juga lorong yang kalau ditelusuri itu menembus langsung ke Pantai Parangtritis. Lorong itu digunakan Sultan untuk kabur apabila diserang musuh. Dan juga terdapat ruangan dimana Sultan Hamengkubuwono IX berkomunikasi dengan Nyi Roro Kidul.
Gambar kiri: Lorong Rahasia yang bisa tembus sampai Pantai Parangtritis.
Gambar kanan: Pintu di kanan itu adalah tempat bertemunya SUltan Hamengkubuwono IX dan Nyi Roro Kidul.
Keluar dari Gedung Ledoksari, saya kembali dibawa memutar kampung yang sangat asri, rapi, dan sangat tenang. Mengapa demikian? Diceritakan bahwa memang peraturan dari Istri Sultan Hamengkubuwono X, kampung tersebut tidak boleh ada anak-anak kecil untuk menjaga ketenangan. Bagi saya, memang menjadi sangat nyaman sekali, ketenangan secara fisik membantu secara batin.
Ada 1 spot yang ternyata, pendiri Facebook, Mark Zuckerberg datang berkunjung ketika beliau sedang di Jogja. Ada foto yang ditampilkan dengan spanduk dan dapat dilihat oleh pengunjung. Ditambah lagi, karya seni anak-anak muda Jogja yang melukis dinding dengan grafitti, serasa saya melewati kampung seni.
Tiba saatnya, memasuki lorong yang paling ngehits di kalangan pengunjung. Ternyata, lorong tersebut adalah bangunan untuk beribadah, 2 tingkat dipakai untuk shalat. Karena memang di masa tersebut, sudah tersebar agama Islam di Indonesia, khususnya Jogja.
Untuk foto saja saya harus bersabar dan mengantri, makanya, headline judul saya adalah Ngantri Mainstream. Buat ikutan mainstream kudu ngantri juga. Yang penting hati senang dan udah pernah lah datang untuk tahu.
Tour masih berlanjut, masih di kompleks luar Istana Taman Sari. Saya dibawa ke sebuah gedung yang tinggi, yang heran adalah tidak ada atap yang menutupi bangunan ini. Alasannya adalah saat gempa bumi yang terjadi di Jogja tahun 2006, sebagian besar bangunan yang ada runtuh, atap-atap yang ada masih dapat dilihat sebagai puing yang sangat besar dan tersusun oleh batu asli.
Pada saat gempa terjadi pun, ternyata banyak dimanfaatkan oleh orang yang tidak bertanggungjawab untuk menjarah kayu-kayu yang memang terbuat dari kayu jati sehingga disinyalir, diambil dan dijual untuk keuntungan pribadi. Yang paling banyak terdampak adalah Gedung Ledoksari di awal tour. Miris memang.
Tetapi, diluar kejadian itu, bagi saya bangunan ini menjadi tempat yang menarik untuk difoto. Terkesan berada di sebuah bangunan yang mirip di benua Eropa sana, ditambah pemandangan yang keren dari sekeliling kompleks Istana Taman Sari.
Tour sudah mulai akan berakhir, tujuan utama segera dikunjungi, melalui sebuah lorong yang mirip-mirip juga, akhirnya saya sampai di Istana Air Taman Sari. Ini yang merupakan kompleks permandian Sultan dan selirnya.
Tiket untuk wisatawan domestik hanya sebesar Rp. 5.000 saja. Ada hal yang lucu bagi saya. Di depan saya, ada 2 orang turis dari Tiongkok, karena harga khusus turis mancanegara berbeda dengan domestik tentunya, setelah mereka membeli tiketnya, giliran saya untuk dilayani. Wajah saya yang memang oriental (baca: mata sipit) saya disapa dengan bahasa Inggris.
Ketika saya menjawab dengan bahasa Indonesia yang medok Jawa, mereka semua tertawa. Dikira saya masih 1 gerombolan dari Tiongkok. Apalagi setelah tahu saya dari Bandung. Akhirnya saya ngebanyol kalau yang tadi cici-cici saya (red: kakak perempuan). Tambah ngakak saja penjaga tiket. Cukup untuk membuat senyum merekah di bibir saya.
Dan akhirnya saya masuk! Gemericik air bising di telinga saja, tapi membuat nyaman, ditambah mata yang dimanjakan dengan warna air dan area yang dominan biru. Sejuk dilihatnya, tapi panas rasanya. Karena memang sudah siang, keringat sudah mulai bercucuran.
Ada 3 area, area paling kiri dari pintu masuk, adalah khusus tempat permandian Sultan. Area Tengah adalah untuk Permandian selir-selir. Dan area sebelah kanan adalah tempat ganti pakaian bagi para selir. Yang menarik, ternyata sudah ada tempat sauna lho! Bagi saya itu keren abis! Ditambah ada tempat pembakaran dupa wangi untuk aromaterapi yang saya kira awalnya adalah sangkar burung.
Suasana didalam Istana Air semakin ramai, saya memutuskan untuk mengakhiri kunjungan saya. Sebelum pulang, saya memberikan tip untuk Tour Guide saya yang baik hati dan ramah. Beliau sudah tampak lelah, AH! Namanya Pak John! Entah nama asli atau memang biar beken. Tapi saya berterimakasih banyak dengan beliau.
Saya bergegas untuk ngider kembali, sebelum pulang ada tukang jamu tradisional yang berjualan secara modern. Rp. 5.000 aja untuk beras kencur yang seger di tenggorokan. Seger-seger, lanjut lagi ngider! Ciao!
Summary of destination
Istana Taman Sari
Jalan Taman, Kraton, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta.
09.00 – 14.00
Tiket Masuk :Rp. 5.000,- (WNI), Rp. 15.000,- (WNA) ; Parkir motor Rp. 2.000,- ; Tip untuk Tour Guide : Seikhlasnya (Tapi ngertilah ya kalau udah cape gimana :D)
Salam Ngider!
Tukang Ngider
Ngider terus, terus ngider
Instagram : @tukangngider