Jauh dari lubuk hati terdalam, Indonesia Timur sebenarnya menjadi destinasi yang sangat ingin saya kunjungi secepatnya. Sejauh ini, hanya bisa melihat dan memandang dari layer ponsel.
Keindahan alamnya yang memikat hati, kulinernya yang membuat perut berdendang, dan menariknya tradisi yang dijaga terus menerus. Terlepas dari berbagai permasalahan sosial, politik, ekonomi yang ada di sana.
Seperti alam timur Indonesia yang mulai disentuh dengan investasi atau mungkin masyarakat sekitar yang mulai tergusur karena pengelolaan lahan yang mengharuskan mereka terusir.
Hal-hal tersebut itulah yang menjadi dasar visi Yayasan Ekosistim Nusantara Berkelanjutan atau EcoNusa Foundation yang sudah berdiri sejak tahun 2017. Tentu saja, di tahun yang baru di tahun 2022 ini, EcoNusa Foundation mengenalkan program kerjanya yang saat itu saya berkesempatan hadir melihat langsung.
Acara EcoNusa Outlook 2022 dimulai dengan tarian yang dibawakan oleh Noken Lab, komunitas tari yang bertujuan sebagai tempat untuk mengenalkan seni dan budaya dari Papua kepada masyarakat di sekitarnya.
Dengan alunan musik Papua mengiringi keempat orang dengan menggunakan kostum yang pasti akan dikenali khas Papua, ditambah dengan gerakan yang enerjik membuat badan ingin ikut bergoyang ke atas panggung.
Kawasan Maluku-Papua bertumbuh
EcoNusa Outlook 2022: Rasa Timur dibuka dengan pemaparan dari Ibu Amalia Adininggar Widyasanti, S.T., M.Si., M.Eng., Ph.D, merupakan Deputi Bidang Ekonomi Bappenas yang menjelaskan bagaimana pertumbuhan ekonomi Indonesia secara makro di tahun 2020-2021.
Ekonomi Indonesia di tahun 2021 bertumbuh 3,69% yang menarik adalah pertumbuhan ekonomi secara nasional didorong oleh pertumbuhan ekonomi di kawasan timur Indonesia, tepatnya dari Kawasan Maluku-Papua yang bertumbuh sebesar 10,09% secara yoy.
Pertumbuhan di kawasan Maluku-Papua yang besar tersebut dipengaruhi dengan tingginya pertumbuhan investasi dan ekspor sejalan dengan hilirisasi produk nikel dan turunannya di Provinsi Maluku Utara, serta emas dan tembaga Freeport di Papua.
Bekerja dengan hati
Upaya EcoNusa sebagai organisasi nirlaba yang bertujuan untuk mengangkat pengelolaan sumber daya alam yang berkeadilan dan berkelanjutan di Indonesia, terutama berfokus pada kawasan timur Indonesia sebagai benteng terakhir iklim yang kita miliki terlihat pada dukungan penuh kepada Bupati Kabupaten Sorong, Dr. Johny Kamuru, S.H., M.Si.
Bapak Johny Kamuru adalah sosok pemberani yang mencabut izin usaha perkebunan dua perusahaan dalam rangkaian pelaksanaan evaluasi perizinan perkebunan kelapa sawit di Papua Barat yang dilakukan bersama dengan Pemerintah Provinsi Papua Barat sejak bulan Juli 2018.
Walaupun beliau digugat oleh kedua perusahaan tersebut yang diajukan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara Jayapura, namun hasil akhirnya dimenangkan oleh beliau, pada akhirnya wilayah-wilayah yang dicabut perizinannya dikembalikan kepada pemerintah dan didorong pengelolaannya kembali kepada masyarakat adat.
Satu hal yang saya ingat dari cerita yang beliau sampaikan adalah tentang kedudukan beliau sebagai Bupati Sorong. Bukan soal posisinya, tetapi untuk mengabdi kepada masyarakat yang diperlukan adalah hati, juga mengandalkan Tuhan dalam setiap langkah dan keputusan.
Manusia Beradat
Lalu apa yang akan dilakukan EcoNusa sepanjang tahun 2022? Melalui penjelasan CEO EcoNusa, Bustar Maitar. EcoNusa dengan #DefendingParadise memastikan keberlangsungan ekosistem kehidupan, seperti menyuarakan pentingnya perlindungan hutan hujan tropis dalam mengurangi dampak krisis iklim.
“Indonesia dikenal dengan adat istiadat yang tinggi, maka ketika seorang manusia merusak hutan, mencemari lautan, maka dapat dikatakan manusia tersebut tidaklah beradat.”
Beberapa hal yang saya simpulkan juga, EcoNusa akan terus membantu melakukan pemetaan wilayah adat untuk melindungi ancaman investasi berbasis lahan, di mana lahan dapat dikelola dengan baik, tidak dengan mudah ditukar dengan sekarung uang yang biasanya terjadi.
Termasuk juga melakukan penguatan dan pengembangan kapasitas masyarakat adat untuk kemandirian ekonomi, seperti pengembangan lahan dengan penanaman komoditas tertentu, atau bahkan pemanfaatan komoditas yang memang sudah ada tersedia dari alam.
Memanfaatkan Ancaman
Seperti yang diceritakan Ibu Pendeta Batseba Reyna Tuasela, perwakilan dari Gereja Protestan Indonesia di Papua yang bermisi di distrik Muting yang dialiri sebuah sungai bernama Sungai Bian, salah satu cagar alam yang memiliki keanekaragaman flora dan fauna, di antaranya yang terkenal adalah ikan sumpit dan ikan arwana.
Beliau menceritakan sebagai salah satu anggota EcoNusa, Distrik Muting pernah mengalami fenomena di mana ikan predator bernama ikan gastor, kita kenal dengan ikan gabus, mengancam keberadaan populasi ikan sumpit dan arwana.
Pemanfaatan komoditas yang tersedia di alam yang diceritakan tadi, membawa Ibu Pendeta Batseba mengajak komunitas masyarakat di Distrik Muting untuk menjawab kekhawatiran masyarakat akan keberadaan ikan arwana dan sumpit yang bisa saja hilang akibat ikan gastor dengan memanfaatkan ikan tersebut untuk dijadikan peningkatan ekonomi.
Ikan gastor tersebut ditangkap lalu diproses menjadi penganan abon ikan gastor yang hingga saat ini mulai meningkatkan perekonomian masyarakat di sana menjadi semakin lebih baik dengan pemanfaatan sumber daya alam yang bertanggungjawab.
Petualangan Yang Mengesankan
Tidak hanya Ibu Pendeta Batseba dari Distrik Muting, cerita berikutnya datang dari Yulince Zonggonau, beliau adalah Pendamping Masyarakat Teluk Arguni, Kaimana, Provinsi Papua Barat.
Yulince mengawali cerita dengan kisahnya yang penuh petualangan. Sejak duduk di bangku sekolah, beliau sudah “kabur” dari orang tuanya, ikut dengan kerabatnya, bersekolah secara mandiri di asrama.
Hingga mendapatkan program bidik misi berkuliah di Malang dengan jurusan yang tidak ia sukai, tetapi tidak kenal lelah untuk bisa berpindah jurusan sesuai yang diinginkan, yaitu Pertanian.
Kesan awal suka dengan pertanian adalah melihat pariwara sebuah stasiun televisi yang dulu mengekspos sawah dengan padi-padi hijau menjulang tertata rapi. Hingga ia bertekad untuk datang langsung melihat dari dekat, walaupun pada akhirnya ia sadar itu tidak alami alias setting-an.
Tapi tidak menyurutkan dirinya untuk tetap berjuang menyelesaikan kuliahnya sebagai mahasiswi Pertanian dan pulang kembali ke daerah asalnya untuk berkarya mengembangkan daerahnya.
Kemudian, dengan hasil yang manis dalam mengembangkan daerahnya, ia ditawari bekerja di Teluk Arguni, Kaimana. Di sana Yulince bercerita bahwa pala merupakan komoditas utama yang tumbuh subur dan menjadi mata pencaharian secara turun temurun oleh masyarakat sekitar.
Bersama EcoNusa, Yulince berfokus untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pala, serta mendorong masyarakat untuk mengelola perkebunan mereka dengan lebih baik hingga pengolahan setelah panen.
Hari itu sungguhlah spesial menurut saya, lima orang narasumber yang bercerita Rasa Timur yang mengena di hati saya. Terutama dengan dukungan penuh dari EcoNusa yang berjuang untuk terus merajut Rasa Timur Indonesia di 15 wilayah kerja, mencapai visi “kedaulatan masyarakat untuk pengelolaan sumber daya alam yang berkeadilan dan berkelanjutan.”
_________________________
KUY, DER!
Tukang Ngider
Ngider terus, terus ngider
Follow the journey on:
Instagram : @tukangngider
VLOG on Youtube : tukangngider
Facebook Page : Tukang Ngider
Acara yang memikat dan inspiratif. Semoga program2 EcoNusa terus berkelanjutan.
Saya salut dan hormat sekali dengan saudara2 di papua yang memperjuangkan nasib masyarakat di sana agar hak2nya tak terampas dan saya jadi ingin nyobain abon ikan gastor hehehe
Entah kenapa nyaman baca di wordpress ndrew!