Setelah saya berada di Pekalongan, beberapa orang merekomendasikan untuk datang ke sebuah tempat makan yang kalau dilihat di peta, ada di sebuah gang kecil, bernama Mie Lo Peng An.
Hari itu hari Minggu, pagi-pagi saya sudah bangun dan pergi untuk Misa Minggu Pagi di Gereja Katolik Santo Petrus, Pekalongan. Selesai beribadah, rasanya gak puas kalau gak ngisi perut dulu sebelum kembali lagi ke hotel. Walaupun sudah tersedia sarapan di hotel.
Karena jarak yang cukup dekat, saya memutuskan untuk berjalan kaki dari gereja menuju Mie Lo Peng An ini. Hitung-hitung sambil menikmati suasana pagi Kota Pekalongan di hari Minggu yang cerah.
600 meter saya tempuh selama nyaris 10 menit. Berbagai toko-toko saya lewati, menyeberangi berbagai persimpangan dan sampailah saya di depan sebuah gang kecil tanpa nama jalan.
Tapi, peta mengarahkan saya untuk masuk ke dalam dan berhenti di sebuah rumah yang biasa saja tampak dari luar tanpa ada plang atau spanduk nama. Setelah bertanya pada orang sekitar, memang betul rumah ini adalah tempat makan bernama Mie Lo Peng An.
Mengapa tidak ada plang atau papan nama? Ini merupakan ciri khas bagi penjual makanan non halal di sebuah kota yang mayoritas berpenduduk Islam. Walau tidak sekarang sudah banyak yang terbuka dan mengatakan hidangan yang dijual adalah non-halal.
Baru setelah masuk ke dalam, deretan meja dan kursi terisi orang-orang yang lebih dahulu datang yang sedang menyantap pesanannya sebelum saya sampai. Saya memutuskan untuk lebih masuk ke dalam.
Sejujurnya tempat makan ini adalah sebuah rumah yang masih ditempati oleh penghuninya yang juga sang pemilik tempat makan ini. Berbagai foto keluarga bahkan pintu yang menuju kamar pribadi pemilik rumah yang bisa dilihat oleh pengunjung.
Persis di meja paling ujung dekat dapur, tempat saya duduk. Dengan menu yang sudah tersedia di meja, berbagai pilihan yang bisa dipesan: Mie Lo, Nasi Bakmoy, atau Mie Pangsit yang menjadi menu utama yang dijual. Tentu saja saya memilih Mie Lo yang penasaran untuk saya coba.
Berada di dekar dapur, saya bisa melihat aktivitas sang pemilik dalam memproses pesanan. Hilir mudik seorang nenek, ibu, anak dan para pegawai perempuannya yang saya tebak, mereka yang berada di dapur merupakan 3 generasi dan sang nenek sudah berjualan 54 tahun silam, artinya dari tahun 1956.
Tidak henti-hentinya mie dimasukkan ke dalam panci besar, direbus, dan ditiriskan, kemudian disajikan dalam mangkuk untuk dibumbui, dan setelahnya antara dibuat menjadi Mie Lo atau Mie Pangsit tergantung pesanan yang datang.
Apa itu Mie Lo?
Hidangan ini tidak asing sepenglihatan saya. Malah sejak awal saya mencari gambar tentang Mie Lo, saya sudah bisa tahu Mie Lo ini sama seperti Lo Mie. Apalagi setelah pesanan saya datang di depan mata.
Isiannya adalah mie dan kangkung yang direbus, kemudian disiramkan kuah kental pekat yang hampir menutupi seluruh bagian permukaan mie dalam mangkuk.
Topping Mie Lo sangat berlimpah, setelah kuah kental, diberikan ayam suwir yang dimasak kecap dan dengan ayam suwir rebus yang masih putih. Ditambah remukan kerupuk pangsit menambah tekstur saat suapan pertama di mulut.
Walau tante penjual bilang, Mie Lo berbeda dengan Lo Mie, setelah mengulik isian yang ada, saya masih kekeuh bilang Mie Lo itu memang Lo Mie. Penyebutannya saja yang berbeda.
Ada hal lainnya yang bisa dibilang beda, terletak pada kekentalan kuahnya dibandingkan Lo Mie yang biasa saya makan di Bandung. Warnanya cokelat pekat dan memang lebih kental.
Ada sebuah mangkuk lain yang disajikan bersamaan dengan Mie Lo berisi sambal kecap. Kecap encer dengan irisan cabai rawit untuk jadi campuran Mie Lo kalau-kalau butuh sensasi rasa pedas.
Soal rasa memang lebih lekoh Mie Lo Pekalongan, kuah kentalnya lebih terasa dan pas ketika dimakan bersama dengan mienya yang juga tidak terlalu lembek. Topping ayamnya juga makin bikin gurih.
Seporsi Mie Lo saat itu seharga Rp. 18.000, mangkuk yang dipakai berukuran lebih besar ketimbang mangkuk ayam biasa yang langsung bikin perut seketika begah!
Perlu diingat, Mie Lo Peng An sendiri non halal, tapi sudah banyak tempat makan yang menyediakan menu Mie Lo yang halal. Bisa nanti kalian cari di google ya. Terus yang udah coba versi halal, kasih tahu dong di kolom komentar, biar nanti kalau ke Pekalongan bisa dicobain juga. Kuy, der!
Ngider kemana saja saya selama di Pekalongan? Bisa kalian baca di:
Pekalongan: Kota Batik di Pesisir Utara Jawa
_________________________
Mie Lo Peng An
Jalan Sultan Agung, Gang 4 No.2, Sampangan, Kec. Pekalongan Tim., Kota Pekalongan,
Jawa Tengah 51126
(0285) 422 080
07.00 – 16.00
NON-HALAL
_________________________
KUY, DER!
Tukang Ngider
Ngider terus, terus ngider
Follow the journey on:
Instagram : @tukangngider
VLOG on Youtube : tukangngider
Facebook Page : Tukang Ngider
Hai Ndru, jadi ini mi pake ayam yah, kirain ada babinya makanya jadi non halal. Kuah aslinya itu manis kah? Jujur belum pernah coba mie lo atau lo mie atau mie gue hahaha, penasaran euy sama kuah coklatnya.
Halooo, salam kenal kak. Betul pakai ayam, tapi memang dibilang non halal karena ada beberapa masakan yang non halal. Mungkin penggunaan alatnya dicampur.
Aslinya manis kuahnya, sama seperti lomie pada umumnya kak.
Bikin pengen pulang kampung neh