Bukan Tukang Ngider namanya, kalau mampir ke suatu kota tapi gak cicipin makanan khasnya. Karena keterbatasan waktu, saya memilih untuk datang mencoba nasi gonjleng yang banyak direkomendasikan warga sekitar dan juga salah satu kuliner tradisional yang bertahan di Cilegon.

Selain karena rekomendasi, sebenarnya nasi gonjleng ini ada persis di belakang rumah dinas Walikota Cilegon, tinggal menyeberang dari Masjid Agung Cilegon, masuk ke Jalan Kartini, hanya jalan sekitar 5 menit, persis di ujung tikungan jalan.

Nama warung ini aslinya, Warung Makan Nasi Gonjleng, sengaja saya tambahkan Kartini supaya lebih mudah diingat dan menjadi pembeda dengan warung makan lainnya. Tapi, kalau dicari di Google Maps, cukup ketik ‘nasi gonjleng’, nanti langsung diarahkan yang di Jalan Kartini ini.

Warungnya tidak luas, hanya menyediakan 4 meja. Sudah tentu kalau makan di sini gak bisa bersantai-santai, mesti berganti dengan orang yang mengantri untuk makan. Selama makan di sini juga yang datang silih berganti, tidak pernah sepi, selalu ramai.

Apa itu nasi gonjleng?

Bermula dari kebiasaan masyarakat dahulu yang membuat santapan untuk dikonsumsi bersama-sama saat ronda malam. Masyarakat daerah Cilegon, Serang dan sekitarnya menyebut dengan bahasa lokal “gonjlengan” yang berarti makan beramai-ramai. Kalau di Bandung, biasanya dikenal dengan botram atau bahasa sekarang bilangnya potluck.

Nasi gonjleng digolongkan sebagai kuliner istimewa, sejak dahulu nasi gonjleng umumnya wajib tersaji saat perayaan-perayaan besar, seperti Lebaran, Maulid Nabi, Tahun Baru Islam, hingga acara syukuran keluarga yang menjadi tradisi turun temurun bagi masyarakat Cilegon.

Bisa dibilang nasi gonjleng ini adalah nasi kebulinya daerah Cilegon bahkan Banten. Diperkirakan nasi gonjleng ini ada karena hasil perpaduan antara budaya Banten dengan budaya Timur Tengah yang menyebar melalui perdagangan saat agama Islam berkembang di Indonesia, khususnya di daerah Kesultanan Banten kala itu.

Salah satu kuliner langka

Pada dasarnya, nasi gonjleng memakai rempah berbumbu yang sama persis dengan nasi kebuli. Aroma pekak dan kapulaga akan tercium kuat. Untuk orang yang pertama kalinya mencoba, pasti akan berpikir nasi gonjleng itu nasi kebuli, secara dari warna pun mirip.

Serupa tapi tak sama, nasi gonjleng biasanya dihidangkan dengan pendamping bernama rabeg, olahan daging seperti semur namun pedas seperti sambal goreng dengan berbagai rempah yang terinspirasi dari makanan khas Timur Tengah.

Di awal-awal, rabeg berbahan dasar daging kambing. Seiring dengan perkembangan zaman daging sapi , kerbau, dan ayam pun dapat dibuat menjadi rabeg. Bersama dengan acar timun dan emping, satu porsi nasi gonjleng dihidangkan, hanya seharga Rp. 20.000.

Cobain juga Sate Bandeng yang juga khas Cilegon. Not literally, sate. Namanya aja sate, tapi aslinya malah kayak pepes. Lembut dan tidak ada tulang, rasanya agak manis.

“Datang lebih awal jangan mepet jam tutup, kalau mepet sudah habis duluan”, kata ibu Hj. Wiwi bakalan tutup lebih cepat dari jam buka biasanya.

Betul, datanglah di pagi hari sebelum makan siang supaya tidak berdesakan bersamaan dengan orang yang ingin makan siang, atau sekalian datang setelah makan siang. Tapi ya itu, kadang banyak yang sudah habis (sate bandeng) tergantung ramainya pengunjung saat itu.

Tell me, tell me on comment box below. Kalau kamu sudah pernah coba nasi gonjleng, enak mana sama nasi kebuli? Cerita kalian saya tunggu ya di kolom komentar. Kuy, der!

Baca cerita perjalanan lengkap saya di Cilegon:
Tempat Wisata di Cilegon: Mengunjungi Kota Industri

______________________________

Warung Makan Nasi Gonjleng

Jalan RA. Kartini no. 2, Jombang Wetan, Kelurahan Jombang, Kota Cilegon, Banten 42411
07.00 – 19.00
0813-1834-1740
HALAL

_________________________

KUY, DER!
Tukang Ngider
Ngider terus, terus ngider

Follow the journey on:
Instagram : @tukangngider
VLOG on Youtube : tukangngider
Facebook Page : Tukang Ngider