Di Palembang, ada satu pulau yang menjadi objek wisata, berada di tengah-tengah Sungai Musi dan untuk ke sana kita hanya bisa menggunakan kapal perahu. Kalian tidak salah baca, betul pulau di tengah sungai, Pulau Kemaro.
Pulau di tengah sungai disebut dengan delta sungai. Walau biasanya delta kebanyakan ada di muara sungai, tapi pulau-pulau yang ada di tengah sungai bisa disebut dengan delta.
Bukan cuma Pulau Kemaro saja, kalau lihat sepanjang Sungai Musi yang ada di Kota Palembang ataupun di daerah tetangganya, cukup banyak pulau-pulau yang letaknya di tengah-tengah sungai.
Biasanya delta sungai terbentuk oleh material endapan sungai yang cukup banyak dan menjadi padat. Ada kemungkinan lain, delta sungai itu awalnya adalah daratan yang menyatu tapi karena proses erosi oleh aliran air sungai.
Legenda Pulau Kemaro
Ada cerita legenda di Pulau Kemaro yang dipercaya hingga saat ini. Alkisah ada seorang pangeran dari negeri Cina bernama Tan Bun An, jauh-jauh ke Palembang untuk berdagang. Setelah di Palembang, ia jatuh cinta dengan Putri Raja Palembang, Siti Fatimah.
Sebelum menikah, Tan Bun An membawa Siti Fatimah untuk ke Cina bertemu dengan orang tuanya. Kembalilah mereka ke Palembang dengan membawa 7 guci hadiah untuk pernikahan mereka.
Saat nyaris tiba di Palembang, Tan Bun An membuka guci tersebut, tapi ia kecewa, hadiahnya hanya berupa sawi asin, dibuangnya guci-guci itu ke Sungai Musi. Saat guci terakhir akan dibuang, guci itu terjatuh dan ternyata di bawah sawi-sawi asin terdapat batangan emas yang sangat banyak.
Tan Bun An menyesal dan nekat terjun ke sungai bersama pengawalnya untuk mencari guci yang sudah mereka buang itu. Karena lama tidak kembali ke permukaan, Siti Fatimah yang sedih dan ingin tidak terpisah dari kekasihnya ikut menceburkan dirinya ke sungai, mereka semua menghilang.
Konon katanya, sebuah gundukan muncul ke permukaan dan jadilah pulai ini yang dipercaya sebagai kuburan Tan Bun An, Siti Fatimah, dan 2 pengawal Tan Bun An.
Tempat Ibadah umat Buddha dan Konghucu
Di tahun 1962, Kelenteng Hok Cheng Bio (Hok Tjing Rio) didirikan di Pulau Kemaro, dikenal juga sebagai Kelenteng Kuan Im menjadi tempat ibadah umat Buddha dan Konghucu yang ramai dikunjungi. Terutama menjelang perayaan Imlek dan Cap Go Meh, pulai ini akan padat oleh pengunjung.
Baru di tahun 2006, dibangun sebuah pagoda bertingkat sembilan yang sekarang menjadi ikon wisata Kota Palembang dan Pulau Kemaro itu sendiri.
Bagaimana caranya ke Pulau Kemaro?
Pulau Kemaro berada di antara kawasan industri Kota Palembang, tidak jauh di seberangnya terdapat pabrik pupuk Sriwijaya dan Pertamina Plaju. Terletak sekitar 6 kilometer jauhnya dari Jembatan Ampera.
Seperti yang sudah saya ceritakan di atas, untuk ke sini hanya bisa menggunakan kapal perahu. Ada 2 tempat yang bisa kalian datangi untuk menyeberang, yaitu Dermaga di Benteng Kuto Besak atau di kawasan industri yang posisinya di sebelah pabrik Pupuk Sriwijaya
Waktu itu, kami mendapat saran untuk menyeberang dari kawasan industri, ketimbang dari Jembatan Ampera. Salah satu alasannya adalah waktu penyeberangan.
Jika menyeberang dari Jembatan Ampera, dibutuhkan waktu 30 menit untuk sampai. Sedangkan kalau dari kawasan industri ini, tidak sampai 5 menit, kami sudah ada di dermaga Pulau Kemaro. Memang hanya seberang-seberangan kok.
Untuk menyeberang kami harus menyewa 1 kapal perahu, waktu itu sekitar Rp. 150.000 pulang pergi dari dan ke Pulau Kemaro. Dengar-dengar kalau dari Jembatan Ampera akan lebih mahal tarifnya, karena berada di pusat wisata. Tapi karena belum pernah coba ya, gak tahu harga aslinya.
Dulu, di sini didirikan Benteng Tambak Bayo, benteng pertahanan dari serangan invasi Belanda saat Perang Palembang, karena hanya pulau ini yang tidak pernah terendam ketika air sungai pasang di saat daerah lain terendam karena rata-rata merupakan rawa-rawa. Makanya disebut seperti pulau yang kemarau (kering) saja.
Sayangnya, di perang tersebut, seluruh benteng hancur oleh serangan Belanda dan sama sekali tidak meninggalkan jejak apapun.
Bernuansa kental khas Tiongkok
Saat didatangi, Pulau Kemaro sangatlah sepi. Memang kunjungan di hari biasa cenderung sepi dibanding di hari-hari libur. Itulah strategi kami juga ketika berkunjung ke sebuah tempat wisata.
Tapi, warung-warung dan kelenteng hari itu pun tutup, tidak ada aktivitas sama sekali, jadi kami hanya berkeliling di pulau area kelenteng dan pagodanya saja.
Di kawasan Kelenteng juga katanya ada 3 makam yang disebut sebagai makam Tan Bun An, Siti Fatimah, dan pengawal. Tapi ada yang bilang, itu adalah makam penunggu pulau.
Walaupun tutup dan sepi, saya menikmati sekali di sana seperti berada di Tiongkok. Nuansa merah dan berbagai ornamen oriental meramaikan area kelenteng.
Terutama Pagodanya dengan 2 naga yang “berjaga” di depan pagar masuk yang tidak bisa sembarang semua orang boleh masuk dan ke atas.
Mungkin nanti saya pengen berkunjung lagi ke Pulau Kemaro saat perayaan Imlek atau Cap Go Meh, supaya ada perbandingan rasanya datang di saat Pulau Kemaro ramai. Bisa jadi, dapat kesempatan bisa naik ke atas Pagodanya kan, siapa tahu ya?
Well, kalau begitu, mari kita menyeberang pulang dan melanjutkan perjalanan kembali di Kota Palembang, sebelum terlalu asyik di keheningan Pulau Kemaro yang sedikit bikin ngantuk siang itu. Kuy, der!
Kemana lagi selama di Palembang? Baca ceritanya di
Palembang: Bumi Sriwijaya
______________________________
Pulau Kemaro
1 Ilir, Kec. Ilir Tim. II, Kota Palembang, Sumatera Selatan
______________________________
KUY, DER!
Tukang Ngider
Ngider terus, terus ngider
Follow the journey on:
Instagram : @tukangngider
VLOG on Youtube : tukangngider
Facebook Page : Tukang Ngider
1 thought on “Pulau Kemaro: Di Tengah Sungai Musi”