Rasanya anak muda zaman sekarang, berlomba-lomba buat jadi seseorang dengan sematan Travel Blogger. Setiap orang yang saya temui, selalu bilang, “Pengen deh jadi Travel Blogger, biar kerjanya jalan-jalan terus, kayak Andrew.” Tapi, apakah memang demikian? Apakah cuma terlihat asyiknya karena hasil foto-foto bagus saja di media sosial?
_________________________
Semua orang bisa menjadi Traveler, semua orang bisa menjadi Travel Blogger. Tapi, belum tentu orang tersebut bisa menikmati perjalanannya dengan esensi bepergian yang sebenarnya.
Hari ini, semua orang berpacu mengunggah berbagai foto perjalanannya di Media Sosial. Media yang menjadi ajang pamer yang dengan mudahnya dapat membuat orang cemburu berdasarkan deretan foto.
Tapi sadarkah? Ajang pamer itu hanya mementingkan foto bagus semata. Esensi traveling yang sesungguhnya justru hilang hanya demi sebuah ego diri agar bisa dipandang sebagai seseorang yang kekinian walau tak semua seperti itu. Setujukah?
Saya pun harus mengakuinya dan saya tertampar oleh pernyataan tersebut. Sebuah kenyataan yang hari ini sangat miris untuk didengar dan diresapi. Tapi, pada akhirnya apa yang terjadi sekarang menjadi hal yang lumrah.
Mari saya ingatkan kembali, ketika sebuah kebun bunga Amaryllis di Yogyakarta rusak terinjak-injak karena ulah pengunjung demi sebuah foto yang instagramable. Butuh waktu yang lama ketika bunga-bunga itu bermekaran, tapi hanya dalam satu hari, semua bunga rusak.
Begitu juga Gunung Rinjani yang beberapa waktu diberitakan sebagai salah satu gunung terkotor, penuh dengan sampah. Karena apa? Para pendaki yang membawa naik bekal perjalanannya, tapi ogah untuk dibawa turun. Alhasil sampah tersebut menumpuk di atas gunung yang sebenarnya untuk membersihkannya perlu banyak tenaga dan waktu.
Sejujurnya, predikat menjadi Travel Blogger, bagi saya sungguhlah berat, serius. Bahkan saya tidak pernah terpikir menjadi seorang blogger, yang sekarang ini bisa dianggap sebagai orang yang mampu mempengaruhi pemikiran banyak orang. Sebut saja influencer.
Meski begitu, saya merasa sangat bersyukur, saya bisa dianggap sebagai salah satu Travel Blogger di Indonesia. Sebuah kebanggaan bagi saya, saya bisa bersama diantara banyak blogger lainnya yang lebih dulu menginspirasi banyak orang.
Rasa syukur ini terjadi saat saya menerima undangan bersama Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN), sebuah Yayasan yang fokus dengan kegiatan Konservasi Alam di Indonesia yang kali ini berkolaborasi dengan Bank CTBC, mengumpulkan kami untuk hadir, membuka pikiran kami lebih jauh, dan memperkenalkan kembali esensi bepergian yang sebenarnya, Travel with Awareness.
Tidak perlu waktu lama untuk mencerna apa itu Travel with Awareness. Di kepala saya, memori perjalanan ekspedisi Indonesia yang baru saya selesaikan kembali mencuat. Dari sekian banyak kota yang saya kunjungi, saya tertuju pada kota Manado dan Kupang.
Kedua kota inilah saya menyadari kalau sesungguhnya pemerintah daerah ini menjalankan sebuah kepedulian terhadap lingkungan. Bayangkan, belum pernah saya lihat muara antara sungai dan lautan di pinggir kota besar mempunyai perairan yang bersih.
Sebersih itu ketika masyarakatnya pun dengan senangnya bermain di pantai dengan air lautnya yang bersih, tidak tercium bau menyengat, dan tidak ada sampah yang mencemari lautan kota Manado.
Sama halnya dengan Kupang, sepanjang perjalanan selama di Kupang, tidak pernah saya temukan sampah berceceran di jalanan. Setiap tempat wisatanya pun bersih, tentunya pasti ada campur tangan masyarakatnya itu sendiri,
Momen flashback ini diawali dari pembahasan Usy (panggilan kakak dalam Bahasa Ambon) Sally, perwakilan dari Yayasan Konservasi Alam Nusantara, memperlihatkan Indonesia dimulai dari Sabang sampai Merauke, dari Pulau Miangas sampai Pulau Rote.
Siapa sangka ternyata, di ujung Barat Indonesia dan ujung Timur Indonesia, terdapat tugu Kilometer 0 menandakan batas Indonesia ini terbentang dari Sabang sampai Merauke. Sudah pernah kesana mungkin?
Betapa besarnya Indonesia ini yang harus disadari kalau peran konservasi tidak bisa dilakukan sendiri. Antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, para aktivis, Yayasan, hingga masyarakatnya harus saling bekerjasama.
Maka, alasan kami semua disini pun adalah salah satunya sebagai edukasi bagi Travel Blogger yang sudah berkecimpung di dunia perjalanan untuk semakin sadar dan bisa menyuarakan pentingnya meningkatkan perhatian kita menjaga lingkungan dengan cara kami masing-masing.
Konservasi alam bukan berarti hanya menjaga lingkungan saja, seperti: bijak berplastik atau mengurangi pemakaian wadah plastik sekali pakai, membuang sampah pada tempatnya, hingga pemakaian krim tabir surya yang ternyata tidak semuanya ramah dengan lingkungan.
Tetapi, konservasi itu pun berkaitan dengan menjaga kebudayaan sebagai salah satu kekayaan yang dimiliki bangsa Indonesia. Bahkan, YKAN mempunyai program untuk membantu masyarakat suatu daerah bisa meningkatkan perekonomian, di dalamnya diberikan edukasi, penyuluhan, hingga bantuan pendampingan.
Seperti di desa Tembugan, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. YKAN membantu menjadikan desa Tembugan sebagai desa eco wisata sebagai daya Tarik pariwisata dan perekonomian masyarakat disana dengan pendekatan Sustainable Tourism.
Yep! Sustainable Tourism inilah salah satu cara bagaimana Konservasi yang dilakukan YKAN dan dari sinilah kami diingatkan untuk bertanggungjawab lebih dengan apa yang kita lakukan sebagai Travel Blogger dalam menyuarakan kepedulian kita terhadap Lingkungan, Sosial, Ekonomi, dan Kebudayaan.
“Terus, gue kan bukan Travel Blogger atau aktivis. Gue bisa ikut berkontribusi gak?”
Tentu bisa, disinilah peran Bank CTBC yang sudah bekerjasama dengan YKAN sejak tahun 2015. Bank CTBC mempunyai sebuah program tabungan dimana para nasabah bisa ikut berkontribusi melalui YKAN.
Rekening Tabungan Alamku, dimana dengan membuka rekening ini, nasabah sudah otomatis menjadi anggota YKAN. Kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan YKAN bisa didapat langsung. Oh ya, menjadi nasabah di Bank CTBC yang sudah otomatis menjadi anggota YKAN.
Bahkan, Bank CTBC sedemikian rupa dalam Tabungan Alamku ini membuat para nasabah bisa berdonasi langsung melalui bunga 1,25% dari saldo rata-rata bulanan kepada YKAN. Donasi yang ada, dibuat sebagai donasi pribadi yang dimana akan dipakai YKAN sebagai usaha melindungi dan menjaga alam Indonesia.
Tetap bisa berkontribusi untuk Indonesia kan?
_________________________
Maka dari itu, mari kita sadar bahwa traveling itu adalah cara untuk kita mengenal Indonesia, sekaligus tahu bahwa ada yang mesti jaga supaya anak cucu kita pun bisa ikut menikmati kekayaan Ibu Pertiwi ini dan bukan sekadar mengejar konten di media sosial. Be a traveller with awareness. Kuy, der!
_________________________
KUY, DER!
Tukang Ngider
Ngider terus, terus ngider
VLOG on Youtube : tukangngider
Instagram : @tukangngider
Facebook Page : Tukang Ngider
Traveling with awareness, ga dimungkiri, penting banget buat alam dan masyarakat setempat. Banyak kesadaran-kesadaran yang sebenernya berlaku universal sih, ga cuma pas traveling. Misalnya, soal ga nginjek-nginjek bunga di lahan orang lain atau ga buang sampah sembarangan. Tapi lagi-lagi, gw rasa awareness dan ketertiban macam ini bukan nilai yang dianggap berharga di tengah sebagian besar masyarakat kita.
Lalu soal esensi liburan/traveling/apa pun itu namanya. Gw percaya sih tiap orang punya tujuannya masing-masing, jadi gw selalu berusaha ngga ngukur ukuran kaki orang lain pake sepatu gw. Hehe. Kalau tujuan seseorang traveling adalah untuk motret, belajar foto, belajar bikin konten digital media, belajar digital storytelling, ya apa yang mereka lakuin ngga kabur dari esensi traveling buat dia. Sekalipun, kalau tujuan mereka traveling buat pamer (impress others), ya berarti yang mereka lakuin juga masih sesuai sama esensinya, kan?
Setuju! Betul, tujuan liburan memang macem-macem. Tapi memang kudu edukasi kalau dimanapun kita berada bisa aware sama alam. Semacam kalau datang bersih, ya pulang juga kudu bersih. Sesimpel itu sih. But thanks for your sharing ya om! Hahaha